I'm The Dreamer


Sore ini aku sedang duduk di sebuah bangku taman bersama kekasihku. Ia terus menggenggam tanganku sejak kami berangkat kemari 15 menit yang lalu. Lama kami terdiam, menikmati sore hari yang tenang. Akhirnya aku mulai bosan dan tiba-tiba muncul sebuah keinginan.
“Kakak..”, panggilku. Walau hampir dua tahun berpacaran, aku jarang sekali memanggilnya dengan kata ‘Sayang’ dan lebih suka memanggilnya ‘Kakak’. Kupikir dia pun tak keberatan karena dia selalu membalas panggilanku dengan sebutan ‘Adek’.
“Iya?”, dia menoleh sambil tersenyum.
“Adek boleh pinjem hp-nya nggak?”
“Boleh dong. Sebentar ya..”, dia melepas genggaman tangannya, kemudian mengambil hp-nya dari saku jaketnya. “Ini, Dek”, katanya sambil menyerahkan hp itu padaku.
“Makasih ya, Kak..”, balasku sambil tersenyum. Lalu aku mencari earphone yang tersimpan di dalam tasku.
“Adek pengen dengerin lagu?”, tanyanya.
“Iya..”, jawabku singkat. Tepat sekali, aku ingin memutar sebuah lagu. Aku adalah tipe orang yang mudah bosan. Dan kebiasaan yang selalu ku lakukan ketika bosan adalah memainkan musik. Itulah alasan mengapa aku selalu membawa earphone kemana pun aku pergi.
“Kok pinjem hp Kakak? Kok nggak pake hp sendiri, Dek?”
“Nggak tau nih, lagi pengen aja.”, jawabku sekenanya, sambil menyambungkan earphone-ku pada hpn-ya. “Kakak request lagu apa?”
“Lho, yang mau dengerin lagu kan Adek, kenapa Kakak yang request?”
“Ya nggak papa dong. Masa Adek nggak boleh nanya ke Kakak?” kataku dengan nada sedikit manja.
Dia tersenyum mendengar kataku. “Iya deh. Simfoni Hitam aja.”
Aku segera mencari lagu yang dia sebutkan di playlist hp-nya. Tak butuh waktu lama untuk menemukannya. Namun aku tak langsung memainkannya.
“Kakak yakin pengen Adek dengerin lagu ini?”
“ Hadeh, tadi Adek minta Kakak request lagu. Sekarang Kakak udah request, Adek malah tanya gitu. Aneh’i Adek.”
Aku menghela nafas. Benar juga, aku yang aneh. Bukankah tadi aku sendiri yang memintanya untuk memilihkan lagu untuk kudengarkan? Aku meraih tasku kembali dan mengambil hp-ku. Aku membuka draft message yang ku ketik beberapa hari yang lalu.
“Ini..”, aku menyerahkan hp-ku padanya, lalu memasangkan earphone di telingaku dan mulai memutar lagu yang dia request. Aku mulai menikmati beberapa baris lagu telah mengalun di telingaku. Sesekali aku menirukan lagu yang dilantunkan Sherina tersebut, sambil melirik ke arah kekasihku yang masih menatap layar hp-ku.
Malam sunyi kumimpikanmu
Ku lukiskan kita bersama
Namun s’lalu aku bertanya
Adakah aku di mimpimu?

Di hatiku terukir namamu
Cinta rindu beradu satu
Namun s’lalu aku bertanya
Adakah aku di hatimu?
Kulihat dia mengangkat wajahnya. Sudah selesai, batinku. Dia memandangku dan bertanya, “Adek tahu yang Kakak pikirkan?”. Aku tersenyum sambil terus mengikuti lagu yang mengalun di telingaku, berpura-pura tidak menghiraukannya. Ia terlihat kesal dan mendengus pelan melihatku yang tak mendengarkannya, kemudian meletakkan hp-ku di pangkuannya dan menyandarkan punggungnya pada sandaran bangku.
T’lah kunyanyikan alunan-alunan senduku
T’lah kubisikan cerita-cerita gelapku
T’lah kuabaikan mimpi-mimpi dan ambisiku
Tapi mengapa ku takkan bisa sentuh hatimu?
-Kakak jangan pernah mikir Adek nggak pernah mikirin Kakak,
setiap saat Adek nggak bisa nggak ingat Kakak.
Walaupun kadang itu sangat mengganggu,
tapi Adek nggak mau kalau Kakak tiba-tiba hilang dari pikiran adek,
karena Adek terlanjur nyaman dengan itu.-
            Aku bukanlah orang yang bisa membaca pikiran orang lain, namun terkadang jika aku benar-benar sedang mempercayai insting-ku, apa yang sedang iseng kupikirkan bisa menjadi kenyataan. Beberapa hari yang lalu aku berjalan melewati studio band di sekolahku, yang kebetulan sedang memainkan lagu Simfoni Hitam ini. Aku tak benar-benar yakin bahwa yang memainkan lagu tersebut adalah band kekasihku, tapi mendengar lagu ini membuatku teringat padanya. Sesaat kemudian aku mengambil hp-ku dari dalam tas dan mengetikkan pesan tersebut. Tentu saja aku tak langsung mengirimkan pesan itu kepadanya karena mungkin saja insting-ku sedang salah, mungkin saja dia tak sedang memikirkan hal yang sama dengan isi lagu tersebut, jadi hanya aku menyimpannya di draft message.
                Aku meraih tangannya dan menggenggamnya kembali. Dia membalas genggamanku. Mungkin saat ini ada sesuatu yang ingin dia sampaikan kepadaku, tapi dia mengurungkan niatnya itu karena aku masih terlihat masih begitu menikmati lagu yang sedang kumainkan. Kami terdiam kembali. Saat-saat seperti inilah yang paling kusukai, saat kami sedang bersama dalam diam namun kami masih tetap merasa nyaman satu sama lain.
                Lagu yang kumainkan telah selesai. Aku melepaskan earphone dari telingaku, kemudian menoleh pada kekasihku.
                “Kak..”
                “Iya, Sayang..”, jawabnya lembut, lebih lembut dari sebelumnya. Dia juga membelai raambutku.
                “Sore ini.. bangku taman ini.. genggaman tangan Kakak.. Adek yang sekarang sedang duduk di sebelah Kakak..”, kulihat ekspresi wajahnya berubah, menunggu kelanjutan kalimatku.
                “Semua ini.. Adek sedang mimpi kan?”
 -------------***-------------
                Mungkin ada beberapa yang bingung dengan akhir cerita ini. Harap untuk maklum, saya mengarang cerita ini saat saya sedang mengalami puncak stres karena persiapan UN yang akan dilaksanakan beberapa hari lagi. Saat sedang pada puncak stres itulah tiba-tiba kreatifitas saya ikut meninggi sehingga bisa mengarang cerita ini, walau hasilnya sedikit tidak karuan. Tapi saya harap cerita ini masih dapat dinikmati, sambil menunggu postingan saya selanjutnya. Terima kasih telah menyempatkan waktu untuk singgah kemari. Jika ada saran juga kritik yang membangun silahkan tulis di komentar, itu akan sangat membantu dalam pembuatan karya-karya saya berikutnya.
 -------------***-------------
                Dia menghela nafas panjang, kemudian berkata, “Kalau sekarang Adek sedang bermimpi, Kakak berharap semoga semua ini jadi kenyataan, suatu hari nanti.”, dia kembali tersenyum, lalu mengecup lembut keningku.
 ---END---

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Idza Ma Qala Li Rabbi

Yang Bisa Didapatkan Dengan Lima Ribu Rupiah

Filosofi 'Adang Sego'