Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

Yang Bisa Didapatkan Dengan Lima Ribu Rupiah

Gambar
Sumber: Google “Lima ribu dapet apa?” Beberapa tahun yang lalu kalimat tersebut menjadi terkenal sejak ditayangkannya sebuah iklan di televisi yang menggunakan kalimat tersebut. Memang di zaman yang serba materialistik saat ini orang cenderung akan meremehkan uang lima ribu. Untuk kalangan mahasiswa di sekitar saya, lima ribu rupiah akan habis untuk satu kali jajan, dengan membeli segelas capcin, atau sebungkus molen unyil, atau satu cup jagung manis, atau sebungkus cilok. Tidak lebih. Namun ada salah satu pengalaman berharga saya tentang apa yang saya dapatkan dengan uang lima ribu rupiah. Begini ceritanya. Suatu hari saya keluar dari kelas mata kuliah Psikologi Kepribadian dengan perasaan lega bercampur kecewa. Lega karena dosen mata kuliah tersebut berhalangan hadir sehingga kuis dibatalkan, dan kelas hanya diisi dengan presentasi materi selanjutnya yang diawasi seorang dosen pengganti (bukan asisten dosen). Lebih melegakan lagi karena kelompok yang ditunjuk untuk m

Jum’at, 2 Desember 2016: Sebuah Kesempatan yang Tidak Benar-benar Terlewatkan

Saya sendiri seharian hanya duduk mengutak-atik laptop saya berusaha menyelesaikan beberapa tugas akhir semester, ketika di luar sana jutaan Muslim Indonesia sedang ramai mengikuti #AksiSuperDamai212 yang dilakukan di Jakarta. Sedangkan sebagian yang lain juga turut meramaikan aksi ini lewat tulisan-tulisan, opini-opini, juga dukungan-dukungannya di berbagai media sosial. Saya memang sedikit sekali tahu tentang kejadian di luar sana yang begitu cepat, tentang kasus penistaan agama, tentang aksi yang digelar untuk menuntut sang pelaku, dan lain-lain, karena saya memang jarang sekali mengikuti perkembangan berita. Perkembangan media saat ini semakin canggih sehingga setiap orang dapat mengutarakan pemikirannya untuk dibaca dan juga untuk memberikan pengaruh kepada orang lain. Kemudian bermunculan golongan-golongan orang. Golongan yang setuju dengan satu pemikiran ketika menanggapi suatu pemberitaan akan membela keyakinannya mati-matian dengan menjabarkan panjang lebar opininya (yang laz

Mengapa Cemas?

Gambar
Sumber: Google (google.com) Selama dua hari kemarin di gedung H7 lantai dua Universitas Negeri Malang sedang berlangsung Pelatihan Manajemen Stress. Pelatihan ini diselenggarakan oleh Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran Universitas Negeri Malang atau singkatnya LP3 UM ( as you know , ini seperti BK yang ada di sekolah-sekolah SMP atau SMA). Ada 103 mahasiswa yang mendapat kesempatan untuk menjadi peserta dalam pelatihan ini, tidak terkecuali saya dengan tiga orang teman saya: Yulia, Bunda (nama sebenarnya adalah Putri. Karena di kelasnya terdapat tiga orang yang bernama Putri, teman-temannya memberi mereka bertiga masing-masing nama panggilan yang berbeda, dan saya masih belum paham mengapa mereka memanggil teman saya ini Bunda), dan seorang cowok bernama Ekky. Untuk diketahui saja, selama dua hari tersebut 103 peserta pelatihan ini dapat dikatakan mengikuti pelatihan ini dengan seolah-olah antusias. Sebagian peserta merupakan mahasiswa semester akhir yang mengaku s

Apel Pengingat

Gambar
Dokumen pribadi Suatu ketika seorang teman saya membuka galeri foto di handphone saya. Seraya menunjuk salah satu foto dia berkata, “Ceritakan kepadaku tentang foto ini”.  Saya terdiam. Apa yang akan saya ceritakan kepadanya? Tentang perjalanan saya seharian berkeliling Kota Batu mencari villa untuk acara Musyawarah Besar Himabo 2016 mendatang, yang dalam perjalanan kemudian saya menemukan kebun apel lalu mampir berfoto di sana? Sepertinya saya sudah menceritakan itu kepadanya.  Lalu apa yang belum saya ceritakan? Tiba-tiba saya teringat satu kalimat yang dilontarkan si pengambil foto kepada saya sesaat setelah mengambil foto saya, kira-kira demikian, “Kamu terlihat seperti mengharapkan sesuatu saja”. Oleh karena saya juga termasuk bagian dari generasi baper , saya dengan cepat menelaah kalimat tersebut dan menghubung-hubungkan kalimat tersebut dengan keadaan diri saya. Yup , satu skenario langsung tersusun dalam otak gabut saya. Saya katakan pada