Jum’at, 2 Desember 2016: Sebuah Kesempatan yang Tidak Benar-benar Terlewatkan

Saya sendiri seharian hanya duduk mengutak-atik laptop saya berusaha menyelesaikan beberapa tugas akhir semester, ketika di luar sana jutaan Muslim Indonesia sedang ramai mengikuti #AksiSuperDamai212 yang dilakukan di Jakarta. Sedangkan sebagian yang lain juga turut meramaikan aksi ini lewat tulisan-tulisan, opini-opini, juga dukungan-dukungannya di berbagai media sosial. Saya memang sedikit sekali tahu tentang kejadian di luar sana yang begitu cepat, tentang kasus penistaan agama, tentang aksi yang digelar untuk menuntut sang pelaku, dan lain-lain, karena saya memang jarang sekali mengikuti perkembangan berita. Perkembangan media saat ini semakin canggih sehingga setiap orang dapat mengutarakan pemikirannya untuk dibaca dan juga untuk memberikan pengaruh kepada orang lain. Kemudian bermunculan golongan-golongan orang. Golongan yang setuju dengan satu pemikiran ketika menanggapi suatu pemberitaan akan membela keyakinannya mati-matian dengan menjabarkan panjang lebar opininya (yang lazimnya disertai pendukung-pendukung yang menguatkan) untuk memperteguhkan keyakinannya tersebut. Golongan yang lain pun tidak mau kalah, selalu berusaha membuktikan bahwa yang diyakini pun juga benar. Sebagai pembaca atau pengamat, jika ingin mengikuti perkembangan berita dituntut untuk mampu memilah sumber yang dapat dipercaya dari berbagai informasi yang berserakan di media untuk selanjutnya menentukan sikap terhadap suatu pemberitaan. Sedapat mungkin sikap kepada suatu golongan terbentuk bukan karena berdasarkan kepentingan diri yang mengakibatkan pemberitaan tersebut hanyut tak berujung. 

Saya sendiri, seperti yang saya sampaikan di awal, tengah sibuk menyelesaikan tugas akhir semester. Bukan berarti saya sebagai Muslim tidak peduli dengan masalah yang berkaitan dengan kepercayaan saya itu. Jika ditanya bersediakah jika agama saya dinistakan, tentu saya menjawab tidak. Namun saya juga hanya manusia (dan mahasiswa) biasa yang sedapat mungkin berusaha agar perkuliahan selama satu semester ini tidak berakhir dengan sesuatu yang tidak diinginkan. Saya memang tidak dapat ikut berpartisipasi langsung. Yang dapat saya lakukan adalah mendoakan semoga Allah merahmati mereka-mereka yang berupaya menegakkan kebenaran-Nya. Terlepas dari isu bahwa terdapat beberapa pihak yang menyelipkan kepentingannya di dalamnya, dan jika memang benar demikian (menurut sumber yang saya terima pagi tadi), saya meyakini (dan semoga) Allah tidak akan sia-siakan yang lainnya, orang-orang yang memiliki niat baik dalam dirinya, yang berada di antara ribuan umat tersebut.

Mengharukan memang, ketika malam harinya saya menyempatkan membuka media sosial, di mana-mana memuat foto-foto yang menggambarkan suasana di sana, baik sebelum, saat, dan sesudahnya. Masya’allah. Hati siapa yang tidak bergetar menyaksikan ribuan umat berkumpul membentuk lautan manusia, yang suara keadilan menjadi gelombangnya. Bahkan (menurut berbagai sumber yang telah saya baca) aksi tersebut berjalan dan berakhir tertib, di mana-mana bersih dan rapi, tidak ada kerusakan-kerusakan fasilitas umum, tidak ada sampah-sampah bertebaran. Orang-orang saling menjaga satu sama lain, menolong satu sama lain, ada yang membagikan makanan cuma-cuma, bahkan tukang roti menggratiskan dagangannya. Semuanya demi kelancaran dan ketertiban selama aksi tersebut berlangsung. 

Melihat foto-foto yang semuanya menyuguhkan pemandangan bak lautan manusia, saya jadi membayangkan bagaimana keadaan manusia nanti ketika hari kiamat nanti, ketika semua makhluk yang pernah hidup semuanya dikumpulkan menjadi satu pada satu tempat, Padang Mahsyar. Kemudian ingatan saya kembali ke masa kecil, ketika ibu saya membelikan saya dan adik saya sebuah kaset CD berisikan lantunan-lantunan shalawat Hadad Alwi dan Sulis, kalau tidak salah album Cinta Rasul 6. Salah satu lagu di kaset tersebut masih terkenang hingga saat ini, walau saya tidak dapat mengingat seluruhnya. Judulnya adalah “Isyfa’lana”. Walaupun terdapat banyak versi lagu “Isyfa’lana”, kecintaan saya terhadap “Isyfa’lana” lantunan Hadad Alwi dan Sulis masih tetap tidak dapat terganti. Mungkin karena ilustrasi dalam klip videonya, saya tidak dapat mengingatnya dengan pasti.

Kemudian muncul kerinduan saya untuk kembali mendengarkan lagu tersebut. Saya segera menutup media sosial dan mulai mendownload lagu tersebut, dan selagi saya menunggu download selesai saya membuka Youtube. Di sana saya ketikkan “sulis isyfa’lana”. Sebenarnya keinginan untuk kembali mendengarkan dan menonton lagu dan klip video lagu tersebut telah ada sejak awal semester lalu, namun saya selalu menundanya dan mengatakan “Nanti saja kalau ada wifi”. Dan nyatanya saya selalu lupa ketika saya sudah berada di tempat berwifi, saya selalu melewatkan kesempatan untuk menonton klip video tersebut. Hingga hari ini, akhirnya saya ingat keinginan saya itu. Download lagu saya telah selesai, kemudian saya download videonya pula (untuk menghemat kuota, saya tidak streaming Youtube, saya download agar dapat menontonnya berkali-kali).

Saya segera membuka videonya ketika download sudah selesai. Dan, masya’allah, hati saya kembali bergetar setelah menontonnya, seperti ketika melihat foto-foto #AksiSuperDamai212 tadi. Saya set videonya agar diputar berulang, dan bibir saya mulai mengikuti alunan shalawatnya. Fita, teman sekamar saya, sampai heran melihat saya yang semula sibuk mengerjakan tugas tiba-tiba duduk diam mencium lutut (saya mendengarkan menggunakan headset, jadi Fita tidak tahu apa yang sedang saya tonton dan dengarkan), dan ia berkata, “Kamu kenapa, Sil, kamu nangis ta?”. Ternyata air mata saya sedari tadi mengalir tanpa saya sadari, dan saya begitu menghayati lagu tersebut sehingga suara saya begitu lirih, seperti sedang menangis. Dan videonya, yang mengilustrasikan kejadian pada hari kiamat, ketika semua orang berputus asa akan pembalasan segala amal di dunia dan mengharapkan syafa’at dari Sang Kekasih, Nabi Muhammad SAW, membuat saya tidak bergerak sama sekali dari tempat saya duduk.

Antal Murtaja Yaumaz Ziham
(Kaulah harapan kami di hari kebangkitan)
Isyfa’lana Ya Khairal Anam
(Berikan syafa’at bagi kami, wahai sebaik-baik manusia)
Isyfa’lana Ya Habibana
(Berikan syafa’at bagi kami, wahai kekasih kami)
Lakasy Syafa’ah Ya Rasulallah
(Kaulah pemilik syafa’at, wahai Rasulallah)
Ya Habibi
(Wahai kekasihku)

Ya Rasulallah Ya Nabi
(Ya Rasulallah, Ya Nabi)
Lakasy Syafa’ah
(Engkaulah pemilik syafa’at)
Wa Hadza Mathlaby
(Dan itulah tujuanku)

Ludna Bika Ya Habibun
(Kami berlindung padamu wahai yang tercinta)
Anta Lil Kholqi Thabibun
(Engkaulah harapan makhluk, wahai sang penawar)
Isyfa’lana Ya Habibana
(Berikan syafa’at bagi kami, wahai kekasih kami)
Lakasy Syafa’ah Ya Rasulallah
(Kaulah pemilik syafa’at, wahai Rasulallah)
Ya Habibi
(Wahai kekasihku)

Ya Rasulallah Ya Nabi
(Ya Rasulallah, Ya Nabi)
Lakasy Syafa’ah
(Engkaulah pemilik syafa’at)
Wa Hadza Mathlaby
(Dan itulah tujuanku)

Ji’talil Baraya Bisyar’il Mubin
(Engkau telah datang ke sekalian makhluk dengan cara hidup yang nyata)
Tansyurul Hidayah Bainal ‘Alamin
(Engkau menebar cahaya hidayah  ke seluruh alam)
Isyfa’lana Ya Habibana
(Berikan syafa’at bagi kami, wahai kekasih kami)
Lakasy Syafa’ah Ya Rasulallah
(Kaulah pemilik syafa’at, wahai Rasulallah)
Ya Habibi
(Wahai kekasihku)

Ya Rasulallah Ya Nabi
(Ya Rasulallah, Ya Nabi)
Lakasy Syafa’ah
(Engkaulah pemilik syafa’at)
Wa Hadza Mathlaby
(Dan itulah tujuanku)

Nadzrah Ilaiya Ya Abal Batul
(Lihatlah kami, wahai ayah Fatimah)
‘Athfan Alaiya Ya Akram Rasul
(Kasihanilah kami, wahai penghulu para Rasul)
Isyfa’lana Ya Habibana
(Berikan syafa’at bagi kami, wahai kekasih kami)
Lakasy Syafa’ah Ya Rasulallah
(Kaulah pemilik syafa’at, wahai Rasulallah)
Ya Habibi
(Wahai kekasihku)

Ya Rasulallah Ya Nabi
(Ya Rasulallah, Ya Nabi)
Lakasy Syafa’ah
(Engkaulah pemilik syafa’at)
Wa Hadza Mathlaby
(Dan itulah tujuanku)

Saya dapatkan lirik lagu dan artinya dari video yang saya download dan juga dari Google. Untuk arti kata “Nadzrah Ilaiya” (yang saya beri highlight kuning) saya kira-kira sendiri artinya dengan kemampuan bahasa Arab saya yang hampir hilang dan juga bertanya pada beberapa orang. Mungkin jika ada yang lebih tahu artinya bisa ditulis di komentar, karena saya tidak mendapatkannya di Google, dan dalam video arti kata tersebut tertutupi.

Saat menonton video tersebut, saya jadi bertanya pada diri sendiri. Bagaimana cara saya kelak mendapatkan syafa’at Nabi pada hari kiamat? Sudah cukup cintakah saya pada Nabi? Sudah seberapa taat saya menjalankan apa yang diwajibkan dalam ayat-ayat yang telah Allah turunkan kepadanya? Sudah seberapa taat saya menjalankan sunah-sunahnya? Sudah seberapa dalam Al-Qur’an tertanam dalam hati saya? Seberapa cinta saya kepada keyakinan saya? Seberapa? Seberapa? Saya menangis sejadi-jadinya, mengingat bahwa amalan-amalan yang saya persiapkan sangat sangat sangatlah sedikit sekali. Bahkan seringkali saya mendapati diri terlalu banyak menghabiskan banyak waktu hanya untuk memikirkan cinta kepada ikhwan. Bagaimana saya bisa memastikan bahwa saya akan baik-baik saja sesampainya di sana, di Padang Mahsyar, ketika bahkan semua anggota badan akan dapat bersaksi tentang amalan apa yang telah saya perbuat dengannya?

Beberapa waktu terakhir saya jadi linglung dengan diri saya sendiri, karena banyak tekanan pribadi, tugas-tugas, juga deadline dan banyak hal lain yang saya merasa tidak dapat menanggung dan menyelesaikannya. Kebingungan saya ini pun saya sampaikan ke teman dekat saya, namun dia tidak dapat memberi saya solusi atas masalah saya. Dan akhirnya saya memutuskan untuk terfokus hanya pada tugas-tugas hingga lupa waktu, lupa janji, makan telat, sampai-sampai shalat di akhir waktu, sebatas penggugur kewajiban. Bahkan Fita sampai menyindir saya, “Kok nggak kayak biasanya, Sil, abis shalat kok buka laptop? Kamu dzikir di laptop?”. Namun perkataannya hampir tidak saya gubris sama sekali. Hingga sampailah pada saya tanggal 2 Desember, saya dipertemukan dengan dua hal yang mampu melunakkan hati saya yang mungkin terlanjur membatu, menghidupkan hati yang mungkin saja telah mati: pemandangan lautan manusia pada #AksiSuperDamai212 dan klip video “Isyfa’lana”.

Saya percaya, semua hal terjadi karena kehendak-Nya. Mungkin saja, di hari-hari saya yang lalu Allah memang sengaja membuat saya lupa dengan keinginan saya mendownload video “Isyfa’lana”, karena saya akan membutuhkannya pada masa yang akan datang, 2 Desember. Mengapa 2 Desember? Karena pada hari itu, mungkin saja, satu keajaiban (pemandangan #AksiSuperDamai212) saja tidak cukup menyadarkan saya, saya butuh dua keajaiban agar saya kembali sadar untuk menggantungkan segala urusan kepada-Nya. Jadi ketika saya lupa untuk download video itu, saya tidak benar-benar kehilangan kesempatan itu, namun kesempatan itu memang sengaja dialihkan di lain waktu. Saya menyadari bahwa kebingungan saya selama ini terbentuk karena saya tidak yakin dapat melaluinya, padahal akan selalu ada Allah yang senantiasa menemani, tempat menggantungkan segala urusan dan harapan. Selalu ada Allah untuk menjalani semua hal dengan baik-baik saja. Pada akhirnya saya menyadari, rencana Allah pasti adalah yang terbaik, dan akan selalu dan pasti terasa indah pada waktunya.

Dan keesokan harinya, saya dan Yuli, teman sekamar saya yang satu lagi, menonton film “Bulan Terbelah di Langit Amerika”. Ini juga yang pertama kali bagi saya menonton film itu. Satu lagi keajaiban ditunjukkan kepada saya. Saya tidak tahu mengapa. Namun saya percaya, keajaiban yang terakhir bisa jadi adalah sebuah penguat bagi kesadaran-kesadaran yang muncul pada diri saya semalam.

Ya Allah, berilah ampunan kepadaku atas kesalahan-kesalahanku, kobodohanku, serta sikap berlebihanku dalam urusanku, dan dari segala sesuatu yang Engkau lebih mengetahuinya daripada diriku. Ya Allah, berikanlah ampunan kepadaku atas canda dan keseriusanku, kekeliruanku dan kesengajaanku, dan segala yang ada pada diriku.” (HR. Bukhari)

Malang, 4 Desember 2016. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Idza Ma Qala Li Rabbi

Yang Bisa Didapatkan Dengan Lima Ribu Rupiah

Filosofi 'Adang Sego'