Apel Pengingat
Dokumen pribadi |
Suatu ketika seorang teman saya membuka galeri foto di handphone saya. Seraya
menunjuk salah satu foto dia berkata, “Ceritakan kepadaku tentang foto
ini”.
Saya terdiam.
Apa yang akan saya ceritakan kepadanya? Tentang perjalanan saya seharian
berkeliling Kota Batu mencari villa untuk acara Musyawarah Besar Himabo 2016
mendatang, yang dalam perjalanan kemudian saya menemukan kebun apel lalu mampir
berfoto di sana?
Sepertinya saya
sudah menceritakan itu kepadanya.
Lalu apa yang
belum saya ceritakan?
Tiba-tiba saya
teringat satu kalimat yang dilontarkan si pengambil foto kepada saya sesaat
setelah mengambil foto saya, kira-kira demikian, “Kamu terlihat seperti mengharapkan sesuatu saja”. Oleh karena saya juga termasuk bagian dari generasi
baper, saya dengan cepat menelaah kalimat tersebut dan menghubung-hubungkan
kalimat tersebut dengan keadaan diri saya.
Yup, satu
skenario langsung tersusun dalam otak gabut saya.
Saya katakan
padanya:
“Saya adalah
seorang makhluk dengan banyak keinginan. Dari banyak keinginan tersebut,
beberapa di antaranya merupakan perkara-perkara yang sudah jelas-jelas
dilarang. Meski telah berulang kali saya diingatkan akan larangan tersebut, namun pada beberapa waktu saya tetap bersikeras menginginkannya. Saya pun melakukan usaha-usaha untuk mendapatkan keinginan itu, tentu saja dengan
cara yang tidak baik pula.
Beberapa waktu
kemudian usaha saya untuk mencapai keinginan itu mendapati kegagalan. Usaha
saya tersebut terhalang oleh jarak di antara saya dan keinginan itu. Di saat
itulah kemudian saya menyadari bahwa Tuhan sengaja menciptakan jarak tersebut agar saya
tidak sampai pada keinginan itu. Begitulah salah satu cara Tuhan melindungi
makhluk-Nya, dan itu hanya sebagian kecil cara Tuhan menyayangi dan memelihara
makhluk-Nya.”
“Jadi?”
“Saya tidak
jadi mencuri apel, apalagi memakannya langsung dari pohonnya. Kemudian saya
meninggalkan tempat itu dan pergi menuju Indomaret, menemani teman saya minum
kopi.”
Komentar