"Bila Hidup Itu Cermin", Menemukan Kembali Keinginan
Semalam
seorang teman SMK saya menelpon. Ia mengatakan bahwa besok pagi di tempatnya akan ada bedah buku dan ia harus berbicara di sana, di depan orang banyak,
sedangkan ia (katanya) tidak pernah membaca buku. Ia lalu meminta saya untuk
memberikan materi kepadanya tentang salah satu buku yang pernah saya baca. Saya bingung, saya pernah baca apa?
Lha wong beberapa tahun ini saja saya sangat jarang membaca, apalagi membaca
novel (karena sepertinya ia menghendaki buku yang saya rekomendasikan adalah
novel atau sejenisnya). Lagi pula, saya juga tidak punya koleksi buku bacaan.
Yang saya ingat terakhir kali saya membaca buku adalah dua buku yang saya
temukan di perpustakaan semester lalu yang judulnya "Ayat-Ayat Semesta" dan buku
lanjutannya "Nalar Ayat-Ayat Semesta", dan dua buku itu berisi tentang ilmu
Fisika yang dikaitkan dengan ayat-ayat Al-Qur'an. Bacaan yang menarik namun
berat bagi saya, karena saya mahasiswa Psikologi yang dulu lulusan SMK
Akuntansi yang tidak pernah mengenyam pendidikan Fisika. Eh pernah sih, waktu
di MTs, tapi tidak pernah memahaminya dengan baik .
Walau begitu, dalam hati saya ingin memiliki dua buku itu (karena setelah saya cari di google harga dua buku tersebut ternyata cukup mahal). Kembali ke persoalan teman
saya, pada akhirnya saya tidak bisa membantu teman saya tadi.
Namun malam itu saya jadi
bertanya-tanya, masa iya saya tidak ingat buku apa yang saya baca? Atau masa
tidak ada satu pun buku yang saya baca yang berkesan hingga sekarang? Dan secara
tidak sengaja mata saya tertuju pada sebuah buku tulis dengan cover dominan
warna ungu bergambar seekor kucing, yang terletak di antara jajaran buku kuliah
saya. Ah iya, saya mengingatnya. Dulu sewaktu saya masih kelas 2 MTs, ibu saya
pernah menemukan satu buku motivasi yang berjudul “Jadi Muslimah Kudu Sukses”,
tergeletak di meja kantinnya. Saat itu sekolah tempat ibu saya berjualan sudah
sepi karena sudah waktunya pulang sekolah dan mustahil rasanya jika ada orang
yang masih tinggal di sekolah apalagi untuk mencari buku itu, jadi ibu
memutuskan untuk membawa buku itu pulang dan saya membacanya di rumah. Dua minggu
kemudian, seorang siswi mendatangi kantin ibu dan menanyakan apakah ibu menemukan
buku itu. Ibu menjawab iya dan mengatakan bahwa buku itu ada di rumah, dan
beliau berjanji untuk mengembalikannya besok. Padahal saat itu saya belum
selesai membacanya dan ingin menyelesaikannya. Akhirnya semalaman saya tidak
tidur demi menyelesaikan membaca buku itu, dan di buku tulis bercover ungu
itulah saya menuliskan hal-hal yang menurut saya penting atau menarik dari buku
itu.
Saya ambil buku tulis itu dari
tempatnya dan membuka bagian tengah buku. Seingat saya, bagian tengah adalah
tempat saya mulai menuliskan puisi atau pesan-pesan mutiara dari buku itu. Ingatan
saya tidak salah, dan saya menemukan puisi ini:
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
BILA HIDUP ITU CERMIN
Bila hidup
itu cermin
Maka
isyarat apa yang mampu menyiratkan hidup bahwa kehidupan itu adalah sosok kita
Atau...sesosok
kehidupan adalah penampakan dari wujud kita yang telah terpantulkan melalui
lembar-lembar perjalanan
Maka,
bila hidup
itu cermin
Seharusnya
kita lebih mengerti hidup apa dan bagaimana yang telah dan akan dilalui agar
mampu menempatkan diri padanya
Bila hidup
itu cermin
Seharusnya
kita dapat bersentuhan lebih dekat padanya agar kita mengetahui dengan jelas benar
segala kekurangan yang terpantul dari cermin itu
Namun,
sayang
kita sering
menganggap bahwa hidup itu adalah cermin cembung yang selalu melebih-lebihkan
kekurangan dan mengurang-ngurangkan segala kelebihan yang kita miliki
atau kita
sering menganggap bahwa hidup itu adalah cermin cekung yang selalu memberikan
kekecewaan pada apa yang dipantulkannya
Dan
menganggapnya cermin kehidupan adalah
wujud yang lari dari kenyataan
Padahal
kalau saja kita mampu merenungkan sejenak peristiwa yang telah dialami, baik
yang memalukan maupun yang menyenangkan adalah cerminan diri kita yang tak
sempat kita cermati bahkan luput dari pandangan mata
Cobalah
mengerti, andai kita mampu melihat hidup ini seperti cermin datar yang setiap
hari kita berkaca padanya, melihat noda hitam di wajah dengan jelas dan
pelan-pelan mulai menutupinya dengan polesan bedak atau sekedar lotion, bukankah itu lebih mudah?
Berapa kali
kita bercermin untuk sekadar memperindah penampilan jasad?
Namun,
Ketika itu,
sudahkah kita bercermin dengan kehidupan, menutupi kesalahan dengan amal sholeh
yang kita perbuat dan menjadikan kelebihan sebagai jalan untuk dekat dengan-Nya
seperti yang tiap hari kita lakukan
Sudahkah?
Atau memang kita malu untuk melihat
segala kekurangan kita, melalui cermin kehidupan yang ada di depan mata?
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Semoga
puisi ini cukup bermanfaat bagi yang telah menyempatkan waktu untuk membacanya,
karena saya pun merasa demikian. Seringkali, kita tidak pernah menyangka bahwa sepenggal
kejadian yang kita alami atau perbuatan kecil yang kita lakukan mampu
mendatangkan hal-hal yang begitu berharga. Seperti telepon teman saya semalam
yang tidak saya sangka membawa saya menemukan keinginan-keinginan yang pernah
saya simpan, yaitu keinginan untuk menjadi demikian dan demikian (saya sebutkan
dalam hati saja) . Dan akhirnya, buku “Jadi Muslimah Kudu
Sukses” ini menambah daftar keinginan saya. Semoga saja saya mampu membeli dan berkesempatan memilikinya
segera (atau mungkin ada yang berminat membelikannya untuk saya? ).
Komentar