Biar Jadi Kejutan

“Dia sekarang berubah ya?”
“Iya. Katanya sedang memperbaiki diri.”
“Jangan-jangan karena abis patah hati waktu itu kali ya?”
“Iya kali. Makanya sekarang dia tengah memantaskan diri biar dapet jodoh yang baik.”

Bla bla bla...

Saya yakin sekali, beberapa sekumpulan orang pasti pernah berbicara hal semacam ini, ketika melihat orang lain yang awalnya biasa-biasa saja mendadak berubah berupaya untuk menjadi baik. Dan seringkali pula hal itu dikait-kaitkan dengan urusan jodoh.

Ciri-ciri anak muda di Indonesia nih. Why? Kenapa wacana tentang perbaikan diri selalu dikaitkan dengan “Jodoh”?

Beberapa orang yang sudah sangat mengenal saya mungkin akan bertanya-tanya, tumben Silmi memperhatikan orang-orang kayak gini, biasanya cuek banget?

Ya sebenarnya saya sih malas ya memperhatikan hal semacam ini. Di samping pembawaan saya yang memang begitu cuek (teman kos saya menyebut saya terlalu bodo amat), membicarakan orang-orang semacam ini jelas hanya buang-buang waktu. Saya seorang diri, sedang mereka banyak. Capek sendiri. Nggak ada yang mijitin. Eh. Pokoknya hal seperti itu sangat tidak penting dan “nggak banget” untuk saya lakukan. Tapi untuk sekali waktu sih boleh kali ya, apalagi kalau lagi sakit di kosan dan gabut sendiri gara-gara teman sekos pada berangkat kuliah. Eh, kok malah curhat sih?

Kembali ke script percakapan di atas. Kata orang, saya terlihat berbeda setelah saya mengalami patah hati. Ya memang kebetulan sih waktunya berdekatan. Dan karena itu banyak orang menganggap hal itu (patah hati) menjadi alasan saya untuk berubah. Saya sendiri lupa kapan itu tepatnya, karena bagi saya itu tidak penting. Lagi pun bodo amat mereka bilang apa. Kalau saya ceritakan alasan saya panjang kali lebar, takutnya saya jadi riya’. A’udzubillahi min dzalik.

Makanya, dulu di awal-awal saya berubah saya berusaha diam dalam perubahan saya agar tidak menarik perhatian banyak orang. Karena saya sendiri sebenarnya risih kalau banyak orang memperhatikan perubahan saya. Tapi ternyata, tangan saya lebih ember dari pada mulut saya. Beberapa postingan saya di media sosial membuat banyak orang tahu kalau saya (sedang) berubah. Huft, ya apa boleh buat.

Bicara tentang jodoh, saya tergelitik dengan kalimat semacam ini: Jika kamu memantaskan diri, jodohmu pun akan melakukan hal yang sama.

Menginginkan jodoh yang terbaik memang tidak salah. Saya tidak munafik, saya pun menginginkan jodoh yang baik. Dan (katanya) untuk mendapatkannya pun ada syaratnya, salah satunya dengan memperbaiki diri juga. Memastikan bahwa diri memang pantas untuk mendapatkan “dia” yang baik. Lagi pula mana ada orang baik yang mau sama orang yang tidak baik? Orang baik selalunya menginginkan orang yang baik juga. Biasanya sih.
Tapi kalau orang yang memperbaiki diri selalu dikatakan “biar dapet jodoh yang baik”, ini lucu menurut saya. Masak iya kepengen memperbaiki diri cuma gara-gara jodoh? 

Pada suatu percakapan di grup WA yang menyinggung kalimat di atas, saya tertawa dan menjawab, “Saya memang sedang memperbaiki diri, nggak tahu kalau dia (baca: jodoh). Siapa yang tahu (tentang apa yang sedang dia lakukan sekarang)?”

Ternyata ada orang yang tidak terima dengan perkataan saya dan berkata, “Siapa yang bisa menjamin dia baik kalau bukan kita sendiri yang mempercayainya?”

Lalu saya menjawab, “Jodoh itu rahasia Tuhan. Siapa tahu jodohku bukan manusia. Maut misalnya.”

Dan karena kalimat terakhir ini saya dibilang edan.

Ya harap maklum saja, saya kemarin saya memang sedang flu, dan biasanya orang yang lagi kena flu bicaranya ngelantur kemana-mana. Tapi sebenarnya kalimat itu bukan karena efek flu. Saya sadar, ini nggak ada kaitannya dengan flu yang sedang saya alami. Kalimat itu saya pernah membacanya di instagram. Bahkan untuk mengingatnya saya sampai meng-SS-nya. Ini nih:



Juga saya pernah membaca sebuah caption di instagram seperti ini:

“Jodoh mungkin bertemu. Namun malaikat maut sudah pasti bertamu.“

Nikmatilah peranmu,
Sebagai apapun itu,
Jadilah yang terbaik dalam setiap fase kehidupanmu...
Jangan hanya fokus memperbaiki diri untuk bertemu jodoh,
Tapi niatkanlah memperbaiki diri untuk bertemu Rabb-mu...

Karena berjodoh dengan manusia adalah sesuatu yang mungkin, 
namun berjodoh dengan malaikat maut adalah sesuatu yang pasti..

Dan kalimat yang paling berkesan bagi saya adalah dua kalimat terakhir yang saya tebalkan. Itu berhasil membuat saya berfikir, jangan-jangan selama ini saya terlalu merisaukan hal yang “mungkin” sehingga melupakan hal yang “pasti”? Duh.

Ya bukan berarti saya tidak menginginkan berjodoh dengan manusia. Saya juga perempuan biasa yang sangat biasa saja dan tidak juga lebih dari yang lainnya, yang dianugerahi hati dan sangat mungkin untuk jatuh cinta. Pada apapun. Pada siapapun. Kalimat tersebut saya jadikan pengingat untuk diri saya, agar saya tetap mempertahankan niat saya memperbaiki diri karena-Nya, bukan karena yang lain, apalagi “hanya” untuk jodoh. Orang mau percaya atau tidak, lagi-lagi saya bodo amat.

Saya maklum kalau masih ada orang yang tidak percaya, karena saya sendiri masih suka celometan, bercanda nggak jelas, kadang masih suka centil dan hobi bikin baper orang #nahloh. Dan untuk itu, saya tidak ingin berusaha untuk mengubah penilaian mereka tentang saya, karena saya rasa itu tidak penting.

Percakapan di atas sebenarnya masih berbuntut panjang (namanya juga grup WA). Tapi pada akhirnya lawan bicara saya menyimpulkan, “Jodoh itu hanya Allah yang tahu.”

Kemudian saya balas “Dan saya masih nggak mau tahu. Biar surprise.”

Salah satu hal yang malas untuk saya lakukan adalah menebak atau menduga, karena itu malah bisa jadi “spoiler” untuk episode hidup saya selanjutnya. Nonton film aja nggak jadi seru kalau di-spoiler-in, apalagi hidup. Saya meniru salah satu penulis yang saya kagumi, Alexander Thian, si selebtweet yang suka jalan-jalan ke luar negeri (semoga lain kali dapat kesempatan nebeng jalan-jalan #eh) yang lebih suka "expect the unexpect" dan membiarkan kejutan manis menghampiri.

Bukankah manusia menyukai kejutan, lagi membahagiakan?

Akhir kata: yuk bareng-bareng perbaiki niat “memantaskan diri” kita hanya karena-Nya, jangan cuma karena jodoh, takutnya nanti syirik ^_^

Pada keputusan mana tempat kakiku berpijak, aku memohon kepadaMu, jadikanlah jalan ini yang terbaik untuk lebih dekat denganMu, untuk lebih dekat pada cintaMu, untuk dapat mencintaiMu dengan yang lebih baik lagi, yang semata-mata kulakukan demi mengharap ridhaMu.
Engkaulah yang Maha Baik dan selalunya pemberi keputusan yang baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Idza Ma Qala Li Rabbi

Yang Bisa Didapatkan Dengan Lima Ribu Rupiah

Filosofi 'Adang Sego'