Rabbana Taqabbal Minna

Segala puji bagi-Nya yang Maha Pengasih, yang tak henti-henti Ia berkenan memberikan rahmat dan hidayah kepada para hamba-Nya. Saya menyadari bahwa sebagai hamba, saya seringkali tidak tahu diri, kembali dengan sengaja menjatuhkan diri pada dosa yang sama setelah meraih pengampunan-Nya. Namun, sebagaimana salah satu firman-Nya dalam Al Qur’an, bahwa Ia telah menyatakan ampunan-Nya lebih luas daripada murka-Nya. Masya’allah.

Kembalilah, meski diri berlumur dosa.”

Begitu kalimat penutup dari Kak Selizar Effendy saat mengisi materi kelas menulis online di grup Whatsapp yang saya ikuti. Kalimat tersebut memberi kesan mendalam pada diri saya yang seringkali melangkah jauh dari-Nya. Dan betapa saya menyadari, bahwa selama ini ternyata amat sederhana sekali cara saya memuji-Nya, dan rasa-rasanya masih jauh tidak sebanding dengan segala keagungan yang dimiliki-Nya. Begitu sedikit sekali saya mensyukuri nikmat-Nya. Rabbana, ighfirlana..

Sedikit bercerita, beberapa bulan yang lalu, Allah jatuh cintakan saya kepada salah seorang makhluk-Nya. Dia adalah orang yang diam-diam saya sukai sebelumnya. Awalnya tidak pernah ada keingininan untuk menyikapi rasa suka ini dengan serius, sebab dia adalah orang yang tak pernah saya temui sebelumnya, dan sepertinya memang tak akan pernah dapat bertemu.
Namun ternyata saya salah, sebab saya bertemu dengannya pada suatu malam. Walau begitu waktu itu saya masih belum ingin menanggapi serius perasaan suka saya terhadapnya. Hingga beberapa waktu setelah itu dia mengirim pesan kepada saya, dan percakapan saya dengannya berlangsung sampai beberapa waktu lamanya. Mungkin karena sebelumnya saya sudah menyukainya, perasaan itu kian bertambah tanpa saya sadari, hingga ketika percakapan saya dengannya berhenti, saya merasa ada yang hilang.

Untuk mengatasi rasa hilang tersebut, saya biasa menyimpan foto profilnya setiap kali dia mengganti foto profil. Suatu saat saya dan teman-teman saya merencanakan suatu even, dan saya tahu dia akan datang. Oleh karena itu, saya berusaha mempersiapkan setiap keperluan untuk dapat menghadiri even tersebut. Setelah melakukan semua perencanaan dan persiapan, ternyata Allah menghendaki saya tidak dapat pergi ke sana. Betapapun matangnya persiapan yang telah saya lakukan, tak akan mampu menjadi apa-apa jika Allah telah berkehendak.

Hingga kemudian saya disadarkan oleh-Nya, bahwa sebenarnya ini adalah ujian dari-Nya. Perasaan yang sedang meliputi saya saat ini, kepadanya, adalah ujian bagi saya. Bagaimana saya mengatasi perasaan ini sedang saya saat ini berada pada tahap menjaga diri. Bagaimana saya dapat menjaga ingatan kepada-Nya agar tidak hilang karena hadirnya rasa cinta kepada makhluk-Nya. Dan baru saya sadari, sejak perasaan saya kepada orang yang sedang saya sukai bertambah besar, saya merasa ingatan saya kepada-Nya melemah, dikalahkan oleh ingatan kepadanya. Berkurangnya ingatan saya kepada-Nya mengakibatkan munculnya keresahan-keresahan dalam hati saya. Kembali saya teringat kalimat “Kembalilah, meski diri berlumur dosa.” Saya yakin ini adalah cara Allah mengingatkan saya bahwa telah banyak waktu yang saya habiskan karena mengingat dia, dan saya agar kembali kepada-Nya, kembali memperbanyak ingatan kepada-Nya. Perasaan malu menyelimuti diri saya, mengapa selama ini saya sedikit sekali memohon kepada-Nya, padahal Ia adalah satu-satunya tempat bergantung?

Jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan mengganti padamu dengan yang lebih baik.(HR. Ahmad)

Dan kemudian, saya memutuskan untuk membersihkan diri saya dari apa pun tentang dia. Menghapus foto-foto profilnya yang pernah saya unduh. Juga menghapus riwayat chat-nya, yang sebenarnya sudah berakhir beberapa bulan yang lalu. Saya niatkan semua itu untuk kembali pada-Nya.

Rabbana taqabbal minna. Ya Rabb, terimalah perbuatanku ini.

Sebetulnya tak ada yang salah dengan jatuh cinta, sebab jatuh cinta itu sendiri adalah anugerah dari-Nya dan Allah memang telah menjadikannya sebagai fitrah manusia. Bahkan Allah juga berfirman dalam Al-Qur’an tentangnya (saya lupa dalam surah apa dan ayat berapa). Hanya saja sikap kita saat sedang jatuh cinta biasanya akan lebih banyak mengingat si dia, mengalahkan ingatan kita kepada Rabb yang memberi perasaan jatuh cinta itu. Dan ini kembali berulang pada diri saya. Dan sekali lagi, masya’allah, jika bukan karena rahmat dan kasih sayang-Nya, mungkin Ia tak akan lagi berkenan memberi saya petunjuk untuk kembali pada-Nya. Na’udzubillah.

Dan kembali saya ingat, bahwa jodoh terdekat adalah ajal. Sudah siap mati? Jujur, saya masih belum siap. Saya menyadari bahwa sedikit sekali bahkan mungkin belum ada persiapan dari saya untuk menyambut kedatangannya yang tak pernah dapat diduga. Pada detik ini, siapa yang bisa menjamin bahwa usia saya akan dapat mencapai genap dua puluh tahun pada Agustus mendatang? Nope. Namun walau sudah dirasa terlambat, melakukan perubahan menjadi lebih baik saya kira tidak pernah salah. Sedikit demi sedikit, saya mencoba menambah pengetahuan tentang agama, dan dengan perlahan mengaplikasikannya dalam keseharian saya, menambah amalan-amalan sunnah, meskipun masih seputar kebiasaan-kebiasaan kecil. Sebab yang saya yakini, perubahan tak harus besar, mulailah dari yang terkecil, yang ada pada diri sendiri. Slowly. Patiently.

Ya, saya berharap akan terus dapat memperbaiki diri saya. Akan berusaha agar ingatan tentang dia tidak mengalahkan ingatan kepada-Nya. Walau perasaan itu tentu tidak akan bisa hilang begitu saja, anggaplah ini ujian menuju diri yang lebih baik. Lagipun tak ada yang dapat menjamin, akan menjadi apa antara saya dan dia nantinya. Mungkin saja ia hanya salah satu dari sekian banyak orang yang ditakdirkan untuk hadir kemudian pergi. Atau yang lain? Wallahu a'lam.

Ya Rabb, telah aku laksanakan, maka saksikanlah.
 Mungkin kutahu, apalah arti kekhawatiranku pada dirimu? Karena siapa kau bagiku, siapa aku bagimu. Aku masih belum bisa mengetahuinya.
 (Panji Ramdana)



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Idza Ma Qala Li Rabbi

Yang Bisa Didapatkan Dengan Lima Ribu Rupiah

Filosofi 'Adang Sego'