Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2017

"Kearab-araban"?

Beberapa hari yang lalu sempat kesel sama seorang mas yang ngechat “ Kamu kenapa ya suka dari luar Indonesia. Apalagi yang kearab-araban? ” Apalagi pas mood lagi nggak baik. Mungkin bener kata Na, kalau aja mas itu ngomong gitu langsung di depanku mungkin udah beneran kujitak kepalanya. Kesel sih, ending nya mesti nyangkut-pautin dengan nasionalisme dan identitas bangsa. And then tangan dan otak gabutku mendorongku untuk menulis ini. Nggak bagus sih, namanya juga celotehan orang yang lagi badmood. Oke, selamat membaca, sambil dinikmati hidangan paginya yang ala kadarnya.  *** Inget dulu jaman masih SD, suka banget sama buku-buku tentang Walisongo, apalagi sama filosofi tembang-tembang karya mereka. Beliau-beliau ini nggak bodoh loh , tapi keren menurutku. Mereka paham konsep " hijrah by process " dan menerapkannya dalam dakwahnya, agar pengetahuan tentang Islam yang awalnya asing bisa diterima sama masyarakat awam. Menghilangkan kebiasaan masyarakat yang udah mend...

Look Up

Entah kenapa tanganku meraih buku bersampul warna putih dan hijau dari kardus buku itu. Tertulis pada headline sampul tersebut, “Album Kenangan”. Kusisihkan buku itu di meja. Akan kubuka setelah selesai membereskan kamar, gumamku. Setelah semua kubereskan, langsung aku ambil buku itu dan membawanya ke tempat tidur. Kubuka halaman demi halaman. Mulai dari lembar pengantar, berlanjut pada sebuah syair buatan seorang guru. Ternyata aku punya guru yang pandai bersyair, gumamku dalam hati. Kemudian konten halaman mulai beralih, berisi beberapa gambar wajah yang tidak asing semasa putih abu-abu disertai identitas pemilik wajah-wajah itu. Satu lembar. Dua lembar. Tiga lembar. Jemariku dengan amat perlahan menyibak halaman demi halaman. Beberapa kali aku tertawa cekikikan saat melihat beberapa wajah yang mengingatkan pada kejadian yang lucu. Entah pada lembar ke berapa tiba-tiba tanganku mulai enggan bergerak ke halaman selanjutnya. Jantungku berdegup dengan cepat sehingga membuat h...

“Mungkin Allah masih menjaga kita.”

Sepagi ini aku tersentak oleh satu kalimat yang tiba-tiba terlintas di kepalaku. “Mungkin Allah masih menjaga kita.” Adalah dia. Dia mengatakannya dalam pesan singkat ketika suatu kali aku dan dia berencana bertemu, namun gagal. Waktu itu memang sudah lama sekali sejak terakhir kali kami bertemu, dengan teman-teman kami juga, dan kami berencana mengadakan acara temu kangen (terlalu sederhana untuk dapat disebut reuni). Namun karena kesibukan teman-teman kami, akhirnya kami membatalkan acara tersebut. Aku tidak yakin dia masih mengingatnya, sebab sepertinya itu sudah satu semester yang lalu, saat dibukanya sebuah warung eskrim di dekat kampusku. Saat itu aku tidak paham, dan sekarang pun masih begitu. Bukan isi kalimatnya, namun tentang serangkaian kebetulan yang menyertainya. Aku adalah tipe orang yang sulit menolak permintaan orang lain. Dan seringkali itu menyulitkan diriku sendiri. Termasuk rencana untuk bertemu saat itu (sebenarnya aku sendiri lupa siapa yang leb...

Jatuh Cinta Itu, Bagaimana?

Jujur saja, masih belum ada kisah cinta yang hebat dalam sepanjang perjalananku sampai saat ini. Yang ada hanyalah hati yang retak berkali-kali sebab belum jua tiba padaku saat untuk dapat memiliki. Lalu, untuk apa aku menulis judul demikian? Bagaimana aku menulis sesuatu yang belum sempat menghampiriku? Apakah dengan kembali mengorek luka-luka yang dapat kutemui di hampir setiap sisi diriku? Bodoh sekali, bukanlah hal yang baik menyakiti diri sendiri. Benar bukan? Hingga aku menemukan cara yang dapat kucoba lakukan. Aku, akan menjenguk setiap bekas luka, satu persatu. Kemudian mengingat-ingat asbabun luka itu terbentuk, menceritakan kembali pada diriku sendiri. Setiap orang dapat pula ikut mendengarnya. Hanya saja syaratnya, jangan baper. Lalu akan terlihat olehku bekas luka mana yang belum sepenuhnya membaik. Adalah bekas luka yang meradang saat aku menceritakannya. Saat itulah giliran tugasku untuk merawat rasa itu dengan sebaik-baiknya, dengan beberapa ...