“Mungkin Allah masih menjaga kita.”
Sepagi ini aku tersentak oleh satu kalimat yang tiba-tiba
terlintas di kepalaku.
“Mungkin Allah masih
menjaga kita.”
Adalah dia. Dia mengatakannya dalam pesan singkat ketika
suatu kali aku dan dia berencana bertemu, namun gagal. Waktu itu memang sudah
lama sekali sejak terakhir kali kami bertemu, dengan teman-teman kami juga, dan
kami berencana mengadakan acara temu kangen (terlalu sederhana untuk dapat
disebut reuni). Namun karena kesibukan teman-teman kami, akhirnya kami
membatalkan acara tersebut.
Aku tidak yakin dia masih mengingatnya, sebab sepertinya itu
sudah satu semester yang lalu, saat dibukanya sebuah warung eskrim di dekat
kampusku. Saat itu aku tidak paham, dan sekarang pun masih begitu. Bukan isi
kalimatnya, namun tentang serangkaian kebetulan yang menyertainya.
Aku adalah tipe orang yang sulit menolak permintaan orang
lain. Dan seringkali itu menyulitkan diriku sendiri. Termasuk rencana untuk
bertemu saat itu (sebenarnya aku sendiri lupa siapa yang lebih dulu mengajak
bertemu, aku atau dia). Yang membuatku khawatir adalah tentang keadaan hati,
karena bisa saja setelah lama tidak bertemu akan ada godaan berupa tumbuhnya
perasaan dalam hati setelah pertemuan itu. Jadi walau aku menyepakati untuk
datang, sebenarnya dalam hati aku masih bertanya-tanya, “Kalau ada kemungkinan kayak gitu, Allah ridha nggak ya sama acara ini?
Kayaknya enggak deh.”
Benar saja, akhirnya dengan ijin Allah acara itu batal.
Seketika aku membuat kesimpulan, bahwa kekhawatiranku tadi berarti benar, akan
ada perasaan yang tumbuh setelah acara tersebut. Entah itu dari aku atau dia,
atau yang lainnya.
Dan yang membingungkanku, beberapa saat kemudian dia
mengatakan, “Mungkin Allah masih menjaga
kita.” Seolah dia juga sepakat dan sepemikiran dengan apa yang sedang aku
pikirkan saat itu. Adakah saat itu dia sudah memiliki perasaan padaku?
Mungkin aku yang terlalu paraniod, berlebihan, atau terlalu
percaya diri, atau mungkin karena aku termasuk orang yang sedikit lebih peka daripada
kebanyakan orang. Ah, terkadang aku merasa kalau menjadi orang yang lebih peka
itu tidak menyenangkan. Aku jadi merasa hidupku tidak asyik lagi karena terlalu
banyak mendapat spoiler lewat
intuisiku.
Jika diingat-ingat lagi, tidak hanya sekali saja kami gagal
bertemu, tapi beberapa kali. Pernah dia mengajakku untuk datang ke sarasehan
saat MTQMN XV yang diadakan di kampusku. Saat itu aku tidak bisa datang karena
ada yang harus kukerjakan.
Lalu saat kami berencana pergi ke Islamic Book Fair bersama
hari Senin. Saat aku memilih hari Senin, aku benar-benar lupa kalau hari
itu hari ulang tahunku. Mungkin dia mengingat itu dan mengira kalau aku
sengaja memilih hari itu. Padahal saat itu aku benar-benar lupa, dan aku baru
ingat saat malam harinya aku memperhatikan kalender. Aku bimbang. Dalam hatiku bergumam, “Allah bolehin nggak ya? Kayaknya enggak.”
Dan kemudian jawabannya memang tidak. Secara kebetulan teman-teman kelompok
tugasku menunjukku untuk menyelesaikan analisis statistik dan laporan hasil turun lapangan yang mereka laksanakan beberapa hari sebelumnya, yang
artinya aku harus membatalkan rencana untuk pergi ke Islamic Book Fair dengannya.
Ajaibnya, tugas yang aku kerjakan tidak kunjung selesai
sampai dua hari kemudian. Itu karena charger
laptopku hilang sehingga aku harus bersabar bergantian menggunakan charger temanku, jadi laptopku tidak
bisa diajak kerja lembur. Lalu tiba-tiba aku kedatangan tamu yang menginap di
kosku selama beberapa hari. Padahal, dua hari setelah itu aku dan beberapa
temanku, termasuk dia, berencana untuk pergi ke Bromo. Secara kebetulan juga
dia mendadak harus menemui salah seorang dosen di hari yang sama dengan rencana
liburan kami. Alhasil aku dan dia batal pergi, sedangkan teman-temanku tetap berangkat ke
Bromo tanpa kami berdua. Satu bulan kemudian, salah seorang temanku marah-marah
karena aku tiba-tiba batal ikut, padahal rencananya liburan itu adalah untuk
merayakan ulang tahunku yang ke-20 tahun. Aku cuma cengengesan mendengar
temanku mengomel. Dia tidak tahu saja, kalau itu adalah cara Allah tidak
menyetujui aku pergi ke sana.
Hal yang seringkali luput dan khilaf terlupa dari ingatanku,
bahwa Allah Maha Baik, dan selalu jadi yang terbaik. Dan Allah Maha Mengetahui
apa yang tidak diketahui hamba-Nya. Ialah yang paling mengerti jika suatu saat
aku bisa saja lupa dengan azzamku untuk tidak berkhalwat dan berikhtilat pada
kesempatan yang tidak ada kepentingan mendesak di dalamnya. Ia menjauhkanku
dari kesempatan-kesempatan yang bisa saja menjurus ke sana, dan ketika aku
merengek “Mengapa tidak?”, lalu
dengan sifat-Nya yang Maha Pengasih Ia mengingatkan azzamku dengan cara yang lembut,
agar aku tak lagi merasa kecewa karena melewatkan kesempatan itu.
Seperti kejadian beberapa hari yang lalu, ketika aku pulang ke Bojonegoro karena ada rencana menemui seseorang di hari Senin untuk melakukan MoU suatu even, mendadak orang tersebut membatalkan janji di hari itu. Awalnya aku menggerutu, mengapa tidak konfirmasi beberapa hari sebelumnya, tahu begini kan aku tidak perlu capek-capek pulang ke Bojonegoro? Tapi satu hal yang baru aku sadari, rupanya Allah sengaja membuatku lelah karena itu agar aku tidak ikut teman-teman berikhtilat pergi ke pantai pada hari Selasanya. Dan agar pada hari Ahad, aku tidak pergi ke CFD untuk menonton satu even olahraga yang dia ikut menjadi peserta di dalamnya. Wallahu a’lam.
Mungkinkah dia menjadi
jawaban atas pertanyaanku selama ini?
Sesekali pertanyaan itu terlintas dalam pikiranku tanpa mampu aku kendalikan. Dan semakin aku bertanya, semakin sering aku seperti merasa mendapatkan
jawaban “iya”.
Dan sepagi ini aku seperti mendengar kalimat itu lagi.
Secara kebetulan pula di kamar sebelah ada mbak-mbak yang menyetel lagu India Tujh Mein Rabb Dikhta Hai. Huft, aku merasa
seperti sedang mabuk. Seharusnya sedari awal aku tidak usah menanyakan hal-hal
ini kepada-Nya, jika hal ini bukannya membuatku semakin yakin tapi malah
semakin membuatku was-was akan keadaan imanku.
Aku hanya bisa berharap, semoga aku tidak keliru jodohku.
"Allah, aku sungguh berlindung kepada-Mu, dari rasa berharap kepada makhluk."
Malang, 15 Desember 2017, 09.30 WIB.
Komentar