Jatuh Cinta Itu, Bagaimana?
Jujur saja, masih belum ada kisah
cinta yang hebat dalam sepanjang perjalananku sampai saat ini. Yang ada
hanyalah hati yang retak berkali-kali sebab belum jua tiba padaku saat untuk
dapat memiliki.
Lalu, untuk apa aku menulis judul
demikian?
Bagaimana aku menulis sesuatu yang belum
sempat menghampiriku? Apakah dengan kembali mengorek luka-luka yang dapat
kutemui di hampir setiap sisi diriku?
Bodoh sekali, bukanlah hal yang baik
menyakiti diri sendiri. Benar bukan?
Hingga aku menemukan cara yang dapat
kucoba lakukan.
Aku, akan menjenguk setiap bekas
luka, satu persatu. Kemudian mengingat-ingat asbabun luka itu terbentuk,
menceritakan kembali pada diriku sendiri.
Setiap orang dapat pula ikut mendengarnya.
Hanya saja syaratnya, jangan baper.
Lalu akan terlihat olehku bekas luka
mana yang belum sepenuhnya membaik. Adalah bekas luka yang meradang saat aku
menceritakannya. Saat itulah giliran tugasku untuk merawat rasa itu dengan
sebaik-baiknya, dengan beberapa tetes air mata yang selalu mujarab untuk setiap
jenis luka.
Menyakitkan,
Sil? Tentu saja, tidak ada proses yang tidak menyakitkan. Namun percayalah,
sedikit rasa sakit dapat menguatkan hatimu untuk masa-masa selanjutnya.
Mungkin kamu tak akan mengelak
pernyataan bahwa suntikan vaksin semasa kecillah yang membuatmu dapat menjalani
masa kecilmu tanpa terusik oleh penyakit-penyakit tertentu, sebagaimana yang
selalu Mamak ceritakan. Pun demikian denganmu saat ini. Maka tahanlah sedikit, sebab
ini yang akan menguatkanmu. Membiasakanmu menerima banyak kehilangan,
mengajarkanmu ketulusan dan pengorbanan, melindungimu dari rasa sakit dan
resah. Melatih kesabaranmu, membuatmu menyadari betapa berharganya dirimu.
Hingga saat itu tiba, kamu akan mengerti bahwa semua yang menimpamu tidak
pernah tidak berharga.
Saat
itu? Saat itu apa, Sil?
Sudahlah, nanti kamu juga akan tahu.
Jatuh
cintalah kepada apa saja yang kamu miliki saat ini, karena jatuh cinta saat
kamu kehilangan nanti adalah menyakitkan, seperti penyesalan. Jika terluka? Tak
apa, kamu tahu bagaimana menyembuhkannya.
***
Untuk
keluargaku, terutama Mamak, adek-adek dan Mbah Dok (nenek). Kalian mungkin tak
dapat mewujudkan sebuah keluarga yang ideal bagiku, tapi Allah Maha Tahu bahwa
kalianlah yang terbaik sebagai peneman tumbuhku. Dan Mbah Nang (kakek), sumber
inspirasi dan teladan setiap kebaikan untuk kami yang telah lama engkau
tinggalkan. Terima kasih dari aku, sang pembelajar kehidupan kalian, untuk
segala rasa, duka maupun suka.
Untuk
Bapak, aku mencintaimu sungguh, dan aku telah mengikhlaskan segala-gala yang
telah lalu, terlepas dari apa kata orang.
Untuk
diriku di 3 tahun yang lalu. Terima kasih, sebab saat itu telah urung untuk
menyerah dan memilih mencoba lagi untuk menjadi lebih kuat.
Dan
untuk aku di 20 tahun. Lihatlah, betapa semua dapat berubah menjadi lebih baik
dan lebih indah, bukan?
“Fashbir shabran jamil, washfahi shafhal
jamil.”
(Maka
bersabarlah dengan kesabaran yang baik, dan maafkanlah dengan sebaik-baik maaf.)
-
Al Qur’an -
Komentar