Perempuan dan Cerita Romansa
Seberapa banyak aku mengenal diriku?
Walau sudah kutelisik lebih dalam lagi tentang seberapa banyak hal kuketahui, namun nyatanya masih belum cukup banyak kurasa. Aku masih saja terkejut dengan beberapa hal yang baru kusadari dari diriku. Misalnya, bahwa aku begitu benci jika memiliki tanya yang tak kunjung berjawab, atau jawaban yang datang padahal tidak sedang ditanya.
Memang, sesuatu yang datang tidak pada tempatnya itu betul-betul merepotkan. Digantung pada kepastian jawaban itu seperti memerangkap diri dalam ruang sesak bernama kecemasan, sedangkan mengetahui fakta yang tak sedang diingini...sama saja sih, mencemaskan, tapi lebih tepatnya kadang mengecewakan saking terkejutnya. Ah, menjadi perfeksionis itu memang menyebalkan. Tapi kok ya bisa-bisanya orang-orang itu mau mengenal aku yang menyebalkan begini. Aku saja sebal.
Katanya, perempuan dan cerita romansa itu dua hal yang tak bisa dipisahkan. Hahaha, aku ingin menyangkal, tapi setiap kali aku menyangkal sesuatu, aku menyadari bahwa di celah yang lain kenyataannya mungkin benar. Hanya aku masih sulit mengakui.
Coba kita telisik mengapa aku menjadi sulit mengakuinya. Hmm hmm. Mungkin aku penasaran, apa korelasi antara perempuan dan cerita romansa? Apakah semua perempuan selalu mengkhayalkan kisah percintaan yang romantis (sebanyak laki-laki memfantasikan seks)?
Aku selalu mendambakan hal yang pasti. Mungkin begitu. Aku menginginkan bukti valid tentang kebenaran tentang apa saja, juga tentang jika perempuan dan cerita romansa itu benar-benar berkorelasi (atau tidak berkorelasi). Jadi aku mempertanyakannya, aku tidak ingin dengan mudah menerima sesuatu begitu saja tanpa bukti. Aku penasaran.
Menyebalkan ya, ini terlihat seperti aku selalu menganggap semua hal terlalu serius.
"Curiosity killed the cat," kata orang.
Tapi akankah rasa penasaran juga akan membunuh para perempuan (dan anak-anak), yang selalu diliputi rasa penasaran? Aku benar-benar penasaran.
Bojonegoro, Juni 2020.
Komentar