Temanmu Rindu

Hari ke-4 #PosCintaTribu7e 2017 

Biasanya jika malam hari aku merindukanmu, esok harinya tiba-tiba pesan singkat darimu muncul di layar handphoneku, semacam kau tahu kalau aku sedang rindu.

Apa kabar kamu sekarang?

Ini semester kedua kamu berkuliah di kampus yang kamu idam-idamkan sejak dulu. Selamat, pada akhirnya kamu berhasil memperjuangkannya setelah menunggu satu tahun lamanya.

Bagaimana dunia barumu? Kuharap menyenangkan.

Bertemu dengan orang-orang baru dengan ambisi tinggi sepertimu, kurasa itu membahagiakan bagimu. Tentu kamu ingin membayar tuntas penantian dan segala jerih payah yang telah kamu upayakan, sebagai ungkapan syukurmu atas kesempatan yang kali ini berpihak kepadamu.

Hey, tiba-tiba aku rindu. Dan sialnya, hujan deras di luar kamar berhasil membuatku duduk manis mengenangmu.

Jika siang itu, saat kamu mengantarku untuk menghadiri rapat di alun-alun kota, kamu menceritakan kepadaku perjalanan perjuanganmu selama setahun terakhir, maka sore ini mungkin saat bagiku memutar kembali cerita itu untuk diriku sendiri.

Aku malu kepada keluarga besarku, jika tahun ini aku kembali tidak lolos seleksi di kampus itu,” jawabanmu ketika aku menanyakan mengapa kamu berupaya keras untuk masuk ke sana, sedangkan peluang di tempat lain masih ada. Kamu bercerita tentang sepupu-sepupumu yang berhasil  memasuki kampus-kampus ternama beberapa tahun yang lalu dan orang tua mereka yang selalu membangga-banggakan keberhasilan anak-anak mereka. Bahkan tidak jarang menyelipkan cemooh kepada keluargamu atas kegagalanmu di seleksi tahun lalu.

Aku ingin membuktikan bahwa aku juga bisa berprestasi. Mereka tidak akan bisa lagi meremehkan orang tuaku setelah ini,” begitu katamu.

Kemudian obrolan berlanjut tentang kerja kerasmu demi mencapai keinginan-keinginanmu. Kamu melakukan beberapa pekerjaan demi membiayai keperluan kuliahmu, termasuk les SBMPTN yang kamu ikuti. Aku ingat kamu terinspirasi oleh keberhasilan Bapak B. J. Habibie, juga kisah cintanya. Barangkali itu yang membuatmu sulit move on dari mantanmu. Eh, lupakan kalimat terakhir.

Aku mendengarkan setiap ceritamu dengan seksama, dan diam-diam dalam hati aku berdoa: Tuhan, aku mohon wujudkan keinginan-keinginannya kali ini. Aku yakin ia pantas mendapatkannya. Termasuk keinginannya untuk balikan sama mantannya. 

Aku bahkan ikut deg-degan ketika tanggal pengumuman seleksi itu tiba. Seharian aku gelisah hingga keesokan harinya aku mendengar kabar dari Choi bahwa kamu berhasil diterima. Aku turut senang mendengarnya walau aku tidak mendapatkan kabar itu langsung darimu. Setelah itu kamu sibuk mempersiapkan keberangkatanmu ke Jogja. 

Teman, aku rindu. 

Aktivitas akademik yang padat mungkin membuatmu sibuk dan sangat menyita waktumu. Aku paham, tidak semua hal dapat kamu lakukan sekaligus dalam satu waktu, termasuk mengobrol denganku seperti dulu. Apalagi jika aku mengingat bahwa aku hanyalah teman ngobrol yang selalu bikin rusuh, bukan sahabat apalagi pacar. 

Namun ternyata, merindukan celoteh seorang teman itu lebih cepat menciptakan rasa hampa daripada meratapi kesendirian, meskipun yang kedua ini belum pernah aku lakukan. 

Terkadang terselip keinginan kecil untuk mengetikkan komentar usil di salah satu statusmu yang selalu muncul di beranda Facebook, namun aku urung melakukannya, karena aku sudah pernah mencoba dan kamu mengabaikannya. Mungkin waktumu terlalu berharga untuk meladeni hal sereceh itu. Kadang prasangka buruk muncul, mungkin kamu mengabaikanku karena kita berbeda, tempat kita berada tidaklah sama dan bahkan jauh dari kata setara. Namun aku kembali mengingat, kamu bukan tipe orang yang melupakan teman, bukan? 

Dan...huft, kenapa suratnya jadi melow begini? Ini pasti gara-gara nonton teater monolog di Fakultas Sastra siang tadi. Padahal rencananya aku mau ngucapin selamat ulang tahun ke kamu. Plis, nggak usah ketawa, karena ini sama sekali nggak lucu. 
Selamat bertambah tua, semoga makin berjaya dan sukses untuk rencana-rencanamu di masa depan. Liyane ndungo dewe, wes tuek gak usah manja njaluk didungoni. 
Ngomong-ngomong, sampai sekarang aku masih nggak terima, kenapa kamu lahir tahun 98? You make me feel old *ngajak rusuh*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Idza Ma Qala Li Rabbi

Yang Bisa Didapatkan Dengan Lima Ribu Rupiah

Filosofi 'Adang Sego'