Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

"Kearab-araban"?

Beberapa hari yang lalu sempat kesel sama seorang mas yang ngechat “ Kamu kenapa ya suka dari luar Indonesia. Apalagi yang kearab-araban? ” Apalagi pas mood lagi nggak baik. Mungkin bener kata Na, kalau aja mas itu ngomong gitu langsung di depanku mungkin udah beneran kujitak kepalanya. Kesel sih, ending nya mesti nyangkut-pautin dengan nasionalisme dan identitas bangsa. And then tangan dan otak gabutku mendorongku untuk menulis ini. Nggak bagus sih, namanya juga celotehan orang yang lagi badmood. Oke, selamat membaca, sambil dinikmati hidangan paginya yang ala kadarnya.  *** Inget dulu jaman masih SD, suka banget sama buku-buku tentang Walisongo, apalagi sama filosofi tembang-tembang karya mereka. Beliau-beliau ini nggak bodoh loh , tapi keren menurutku. Mereka paham konsep " hijrah by process " dan menerapkannya dalam dakwahnya, agar pengetahuan tentang Islam yang awalnya asing bisa diterima sama masyarakat awam. Menghilangkan kebiasaan masyarakat yang udah mend...

Look Up

Entah kenapa tanganku meraih buku bersampul warna putih dan hijau dari kardus buku itu. Tertulis pada headline sampul tersebut, “Album Kenangan”. Kusisihkan buku itu di meja. Akan kubuka setelah selesai membereskan kamar, gumamku. Setelah semua kubereskan, langsung aku ambil buku itu dan membawanya ke tempat tidur. Kubuka halaman demi halaman. Mulai dari lembar pengantar, berlanjut pada sebuah syair buatan seorang guru. Ternyata aku punya guru yang pandai bersyair, gumamku dalam hati. Kemudian konten halaman mulai beralih, berisi beberapa gambar wajah yang tidak asing semasa putih abu-abu disertai identitas pemilik wajah-wajah itu. Satu lembar. Dua lembar. Tiga lembar. Jemariku dengan amat perlahan menyibak halaman demi halaman. Beberapa kali aku tertawa cekikikan saat melihat beberapa wajah yang mengingatkan pada kejadian yang lucu. Entah pada lembar ke berapa tiba-tiba tanganku mulai enggan bergerak ke halaman selanjutnya. Jantungku berdegup dengan cepat sehingga membuat h...

“Mungkin Allah masih menjaga kita.”

Sepagi ini aku tersentak oleh satu kalimat yang tiba-tiba terlintas di kepalaku. “Mungkin Allah masih menjaga kita.” Adalah dia. Dia mengatakannya dalam pesan singkat ketika suatu kali aku dan dia berencana bertemu, namun gagal. Waktu itu memang sudah lama sekali sejak terakhir kali kami bertemu, dengan teman-teman kami juga, dan kami berencana mengadakan acara temu kangen (terlalu sederhana untuk dapat disebut reuni). Namun karena kesibukan teman-teman kami, akhirnya kami membatalkan acara tersebut. Aku tidak yakin dia masih mengingatnya, sebab sepertinya itu sudah satu semester yang lalu, saat dibukanya sebuah warung eskrim di dekat kampusku. Saat itu aku tidak paham, dan sekarang pun masih begitu. Bukan isi kalimatnya, namun tentang serangkaian kebetulan yang menyertainya. Aku adalah tipe orang yang sulit menolak permintaan orang lain. Dan seringkali itu menyulitkan diriku sendiri. Termasuk rencana untuk bertemu saat itu (sebenarnya aku sendiri lupa siapa yang leb...

Jatuh Cinta Itu, Bagaimana?

Jujur saja, masih belum ada kisah cinta yang hebat dalam sepanjang perjalananku sampai saat ini. Yang ada hanyalah hati yang retak berkali-kali sebab belum jua tiba padaku saat untuk dapat memiliki. Lalu, untuk apa aku menulis judul demikian? Bagaimana aku menulis sesuatu yang belum sempat menghampiriku? Apakah dengan kembali mengorek luka-luka yang dapat kutemui di hampir setiap sisi diriku? Bodoh sekali, bukanlah hal yang baik menyakiti diri sendiri. Benar bukan? Hingga aku menemukan cara yang dapat kucoba lakukan. Aku, akan menjenguk setiap bekas luka, satu persatu. Kemudian mengingat-ingat asbabun luka itu terbentuk, menceritakan kembali pada diriku sendiri. Setiap orang dapat pula ikut mendengarnya. Hanya saja syaratnya, jangan baper. Lalu akan terlihat olehku bekas luka mana yang belum sepenuhnya membaik. Adalah bekas luka yang meradang saat aku menceritakannya. Saat itulah giliran tugasku untuk merawat rasa itu dengan sebaik-baiknya, dengan beberapa ...

Quiet (2)

"You look so fine." "What? Emang selama ini aku kelihatan nggak baik gitu?"  Dan aku tertawa.  Menggelikan.  "No. But..terkadang kamu kelihatan nggak baik. Tapi di lain waktu kamu bisa terlihat baik-baik aja. Kadang kamu kelihatan nggak baik, kemudian tiba-tiba kelihatan baik-baik saja. It's something like.." Yaya berhenti sejenak, mencoba mencari kata yang tepat.  Haha, ada-ada saja kamu ini, Ya. Ya masak iya aku bakal kelihatan nggak baik-baik aja sepanjang waktu? Life is like a cycle. Ada kalanya aku juga punya momen bahagia kali.  "I mean, untuk beberapa waktu kamu bisa banget masa bodo dengan semua yang terjadi dalam hidupmu, semua yang telah kamu ceritakan kepadaku."  Kemudian dia memandangiku.  "Are you fine? Really fine?"  "Ahaha.. Yes, now I'm fine. Sure. Emang kamu ngeliat ada yang salah ya dari mukaku?" "Enggak, Sil. Tapi kamu itu terlalu pendiam loh. Aku jadi nggak ta...

Quiet

“You’re so quiet, Sil. Really really quiet,” begitu kata Yaya. Di lain waktu, dia pernah menyebutku manusia hening.  Semacam sudah diset sedemikian, respon yang kutunjukkan saat itu lagi-lagi hanya senyum. Diam dan senyum. Namun diam sendiri bagiku seperti berfungsi semacam suatu tembok, dengan dua sisi tentunya, yang keduanya tidak dapat dilihat secara bersamaan. Diam adalah senyum pada raut wajahku, sedangkan dalam kepalaku sejumlah kata-kata yang berserakan seakan membentuk semacam gugusan pertanyaan dan berkecamuk sedemikian hebat. Ya, aku pendiam. Tapi, memangnya sediam apakah diriku, sehingga Yaya (dan yang lainnya) mengatakan demikian? Manusia hening? Haha, ini menggelikan. Mungkin ada juga beberapa yang tidak percaya jika aku mengatakan bahwa diriku ini memang pendiam. “Silmi? Pendiam? Hah? Hahaha.. Dilihat dari mana coba?” Tapi ya, aku memang pendiam. Bahkan amat sangat pendiam sekali (efektif nggak sih ini kalimat?). Yang diam-diam aku tidak diam ...

Optional

Pagi tadi setelah makan sahur, aku sekeluarga berkumpul di ruang keluarga. Kami sempatkan untuk minum air putih yang banyak, mumpung belum imsak. Aku meringkuk di tikar yang kugelar semalam, tempatku tidur. Udara di sini memang dingin. Aku yang beberapa bulan kemarin tinggal di rumah mbah mulai merasa tak terbiasa dengan hawa dingin ini. Aku kembali memakai selimutku. Sambil menunggu waktu subuh, Mamak menceritakan kejadian beberapa hari yang lalu. "Kemarin Siti dicakari sama Rohman," Mamak memulai cerita. "Kenapa i?" tanyaku penasaran. Aku pun segera bangun mengambil posisi duduk, masih dengan selimutku. "Critanya kemarin Siti nyuruh Rohman buat mandi. Nah, si Rohman tu malah bandel. Akhirnya Siti maksa Rohman, Rohman ditarik ke kamar mandi. Tapi Rohman berontak, dan mencakari tangan ibunya." Lek Siti adalah nama bulekku. Suaminya, Lek Ali, adalah adik dari bapak tiriku. Mereka memiliki 3 putra, Rohman, Zaki & Vilio. Rumahnya berada tepat di...

Batas Senja

Gambar
Senja selalu bermain dengan tanya “Mengapa masih di sini?” Hingga akhirnya kubisikkan, “Lihat, dalam kawanan tanpa harus bertopeng, tanpa harus menjadi orang lain. Lihat, begitu sederhana tawa mereka, menjadi penyemangat bagi jiwa yang rapuh.” Kawan, senja kan lewat, rindu kan semakin menghangat Juga rentetan senyum yang membuat kita semakin dekat Semua kan hilang Seiring perginya senja yang kian melekat Waktu berubah, rindu perlahan melangkah Begitu pula kisah Cinta, luka, tangis, tawa, semua bergantian mendaur ulang rasa Kumohon, tetaplah di sini, di batas senja kita hari ini Meski langkah telah kelelahan menyusuri romansa kegelisahan Kita tetap seorang kawan Tepat setelah jejak-jejak kaki melangkah pergi Rasa dipermainkan sekali lagi Aku mencari,  aku menyapa,  aku menanti,  aku merindu,  aku terisak Dan aku, kan menunggu hadir kalian kembali Hingga pada akhirnya, kita harus belajar mengenang Rela atas semua...

Detik-Detik

Gambar
Masih belum jam 7 tepat, serangkaian acara Mubes (Musyawarah Besar) Pengurus Himabo UM 2017 masih akan dimulai beberapa menit lagi. Aku dan beberapa orang lainnya di Aula Kecamatan Klojen ini mengisi waktu yang tersisa untuk sekadar berfoto mengabadikan momen hari ini. Dalam hati aku merasa bahagia melihat mereka, mereka begitu ceria pagi ini. Mungkin ini kali terakhir aku bisa bersama-sama mereka dengan status sebagai anggota pengurus, karena beberapa waktu ke depan aku, dan juga rekan seangkatanku, akan melepas kepengurusan dan tergabung menjadi anggota DPO, Dewan Pertimbangan Organisasi. Masih bukan demisioner, walau setelah ini kami tidak lagi aktif sebagaimana anggota pengurus. Kecuali satu orang di angkatanku yang akan terpilih bertahan di kepengurusan, menjabat sebagai Ketua Umum yang baru. Mas Wahyu, Ketua Umum Himabo UM 2016/2017, terlihat melamun menatap ke luar jendela. Ini kali kedua aku melihat Mas Wahyu berwajah cemberut dan menyendiri di tengah forum, setelah yang p...

Jadilah Peka

Katanya, kalau cewek yang awalnya pendiam, kalem, terus tiba-tiba berubah jadi power ranger pink rewel, sensitif, lebay, baperan, dll..itu adalah tanda-tanda cewek lagi PMS. “Emang kamu lagi PMS Sil?” “Enggak kok. Orang aku baru selesai haid beberapa hari yang lalu.” Lalu apa? Aku sedang mengalami kebanjiran afek (perasaan). Adalah suatu kondisi ketidakseimbangan di mana diri ( self ) merasa kewalahan menanggung berbagai macam perasaan yang sedang meliputinya, berbagai jenis emosi yang dirasakannya (nggak usah dicatet, ini cuma definisi karanganku saja). Jadi, dalam teori psikoanalisis, self itu tersusun atas 3 bagian: id , ego , dan superego . Id adalah dorongan alamiah atau sifat bawaan makhluk untuk memenuhi kebutuhannya (seperti lapar untuk makan, marah untuk melampiaskan kekesalan, seks, dan kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya) dan juga keinginan-keinginan. Lalu superego , kalau dalam bahasanya Pak Limas, berfungsi mengatur penciptaan rasa bersalah. Dia adal...